22 Mar 2011

Wahai Muslimah, Bersemangatlah…!

Assalamu`alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin.... Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Dzat Pencipta seluruh semesta alam dengan segala kehendak-NYA, yang senantiasa memberikan limpahan rahmat dan hidayah-NYA, masih memberikan kesempatan kepada kita untuk melihat, mendengar, berbicara, bernafas, bergerak bebas dengan leluasa serta merasakan nikmat-nikmat lainnya yang begitu banyak. Hingga terkadang kita tidak sadar, bahwa apa yang kita peroleh merupakan suatu nikmat dari-Nya. Shalawat dan salam kita mohonkan kepada Allah agar senantiasa selalu terlimpahkan kepada Pembawa Risalah Kebenaran, Sang Murabbi terbaik sepanjang jaman, Rasulullah Muhammad SAW, beserta kepada keluarga, sahabat dan semua pengikutnya yang setia hingga akhir jaman. Dan semoga kita termasuk umatnya yang setia dan istiqomah menjalankan sunnah-sunnahnya. Amin...
Ukhti sholihah… Anak merupakan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Nasib Indonesia 20 tahun yang akan datang berada di tangan mereka. Namun demikian, sekarang kita lihat terjadi bencana kemerosotan moral besar-besaran di negeri ini. Orang yang melakukan kejahatan seolah sudah biasa dan tidak ada rasa takut maupun malu. Anak-anak pun demikian, rasa hormat pada orang tua sedikit demi sedikit memudar, kejujuran pun sering dipertanyakan (contoh ketika ujian/ulangan di sekolah). Jika hal ini terus dibiarkan, entah apa yang akan terjadi pada Indonesia di masa depan, di mana anak-anak inilah yang akan menjadi pemimpinnya. Mungkin, tindak korupsi akan semakin banyak, kekerasan dan kriminalitas terus merajalela, semakin luar biasa hingga jadi binasa.
Untuk itu bila kita menginginkan hal tersebut tidak terjadi lagi sebagai akibat kemerosotan moral anak saat ini, kita harus mengambil tindakan untuk mencegahnya. Lebih-lebih kita sebagai seorang muslimah, seorang ibu, seorang pendidik.
Anak sebenarnya terlahir dalam keadaan suci. Mereka terlahir putih bersih, seperti selembar kertas tanpa coretan sedikit pun. Kita lah yang akan melukis kertas tersebut. Yang menjadikan seorang anak yang baik, jujur, sopan ataupun orang yang jahat, sering berbohong, tidak menghormati orang lain dan sebagainya adalah lingkungannya, baik lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah.
Setiap orang tua adalah pendidik utama bagi anak-anaknya. Orang tua harus menyadari bahwa segala sesuatu pada dirinya merupakan alat pembinaan pada anak-anak melalui keteladanan sebagai pendidik. Di samping kepribadian, juga sikap dan cara hidup orang tua itu sendiri, cara berpakaian, cara bergaul, cara berbicara dan cara menghadapi masalah yang secara langsung tidak tampak hubungannya dengan pendidikan; tetapi akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan pribadi anak. Bagaimana tidak? Setiap hari anak-anak selalu berinteraksi dengan orang tuanya. Sikap dan perilaku orang tua akan sangat diperhatikan oleh anak mereka, bahkan menirukan atau mencontohnya. Namun demikian, kesadaran orang tua akan pentingnya keteladanan dan pengetahuan mengenai cara mendidik anak yang baik masih minim. Padahal orang tua merupakan pendidik utama bagi seorang anak seperti yang diungkapkan oleh Hafizh Ibrahim dalam syairnya:
Seorang ibu adalah madrasah. Apabila engkau mempersiapkannya, berarti telah menyiapkan generasi muda yang baik dan gagah berani. Seorang ibu adalah guru pertama dari semua guru pertama, yang pengaruhnya menyentuh jagat raya.

Tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa tugas memperbaiki masyarakat umum ada pada pundak wanita, hal ini karena dua sebab:
Sebab pertama: Bahwa jumlah wanita seperti laki-laki, bahkan lebih banyak, sebagaimana ditunjukkan oleh Sunnah Nabawiyah. Walaupun berbeda antara satu negeri dengan yang lain, dan berbeda juga satu zaman ke zaman yang lain. Kadang wanita di suatu negeri lebih banyak dari negeri lain sebagaimana pula kadang di suatu zaman wanita lebih banyak daripada laki-laki. Atas dasar itulah wanita memiliki peran yang besar dalam perbaikan masyarakat. Sebab kedua: Bahwa pertama kali tumbuhnya generasi berada di bawah asuhan wanita. Dengan demikian, jelaslah pentingnya kewajiban wanita dalam perbaikan masyarakat. (Daurul Mar’ah fi Ishlahil Mujtama’, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin)

Selanjutnya, bila kita telisik lebih lanjut, seorang wanita/muslimah mempunyai berbagai peran. Dalam kaitan dengan uraian sebelumnya, peran muslimah dalam mencerdaskan bangsa di tengah dekadensi moral.

Peran utama seorang muslimah:
Dalam Lingkup Domestik
Sebagai istri
Peran ini akan berefek besar bagi peradaban manusia, sehingga menjadi patokan penting bagi muslimah, dan juga dalam mewujudkan masyarakat yang baik.
QS Al-Baqarah: 147, "Para suami merupakan pakaian untuk kamu, dan kamu pun menjadi pakaian untuk mereka".
Rasulullaah bersabda, “Bagi seorang muslimah, apabila wafat dan suaminya ridlo, maka dia akan masuk ke syurga-NYA”.
Hal tersebut menandakan betapa peran muslimah sebagai istri sangat penting. Suami istri yang harmonis memberikan kontribusi pada pembentukan keluarga yang harmonis. Keluarga yang harmonis merupakan modal awal terbentuknya masyarakat yang harmonis.
Sebagai ibu untuk anak-anaknya, menjadi pendidik pertama dan utama
Dalam pendidikan, yang utama adalah adanya perubahan perilaku. Bagaimana orang tua/ibu dapat menerapkan nilai-nilai terhadap anak-anaknya. Itulah peran yang sangat besar untuk muslimah.
Anak-anak membutuhkan pengarahan/filter dari ibunya, juga kerjasama dari ayah dan ibu dalam prosesnya. Dalam proses pendidikan tersebut, seperti halnya sebuah sekolah. Sekolah membutuhkan, guru, program dan evaluasi. Bagaimana ayah dan ibu bisa menjalankan pendidikan yang mencakup tiga hal tersebut diatas dengan baik. Dan Ibu sebagai orang yang cukup dekat dengan anaknya memiliki peran yang signifikan dalam proses pendidikan ini.
Dua hal itu lah peran muslimah dalam lingkup domestik; sebagai istri dan sebagai ibu.

Dalam Lingkup Publik
Selain peran muslimah di dalam rumah, di luar rumah pun muslimah harus punya kontribusi ke masyarakat. Dalam satu kisah: seorang muslimah terlihat ada di dalam syurga dalam dialog dijawab bahwa masuk syurganya karena satu peristiwa yaitu ketika sedang menulis, yaitu ada lalat di penanya, dan dia membiarkan saja lalat tersebut, sampai akhirnya terbang dengan sendirinya, baru kemudian ia menulis kembali. Hikmahnya: dia bersabar, dan berkasih sayang pada mahluk Allah. Kita harus punya kasih sayang terhadap sesama, sebagai anggota muslimah di tengah masyarakat.
Potensi muslimah yang lain, salah satu bidang yang besar saat ini adalah dalam pendidikan. Bagaimana kita bisa mengurangi porsi kepentingan pribadi untuk kepentingan orang banyak. Itulah sumbangsih untuk mencerdaskan bangsa kita.
Hal kedua dalam mencerdaskan bangsa yang cukup punya efek juga yaitu berperan dalam politik dan ekonomi. Jika muslimah punya peluang untuk melakukan perannya, sekecil apapun itu, maka lakukanlah, InsyaAllah akan lebih baik dalam mencerdaskan bangsanya. Peran muslimah yang lain bisa juga dalam bidang medis, dll.

Lalu pertanyaannya adalah “Bagaimana caranya mempunyai kemampuan untuk dapat menjalankan peran tersebut?”

“Hai manusia, berbaktilah kepada Rabb-Mu yang telah menciptakan kamu dari satu diri…”
[QS An Nisaa: 1]
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang Mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah. Allah telah menyediakan untuk mereka, ampunan dan pahala yang besar." [QS Al Ahzab: 35]

Dari kedua ayat tersebut maka beberapa sifat perlu menjadi bagian dari kepribadian kita sehingga aplikasinya dalam beramal/ berperan akan konsisten, taat dan sejalan dengan perintah Allah dan Rasulnya.
a. Menjadi muslimah dan mukminah yang berbakti kepada Allah SWT
b. Menjadi muslimah yang taat
c. Menjadi muslimah yang jujur
d. Menjadi muslimah yang sabar
e. Menjadi muslimah yang khusyu
f. Menjadi muslimah yang bersedekah
g. Menjadi muslimah yang berpuasa
h. Menjadi muslimah yang memelihara kehormatan
i. Menjadi muslimah yang banyak menyebut nama Allah

InsyaAllah jika kita mampu mengamalkan ayat-ayat tersebut akan terbentuk muslimah yang tawadhu yaitu bisa menghargai orang lain, tidak merasa lebih baik dari yang lain serta menjadi orang yang selalu berderma dalam konteks berperan aktif di masyarakatnya.

Itulah jalan-jalan bagi muslimah dlm membangun pribadinya, yang InsyaAllah akan menjadi jalan juga dalam mencerdaskan bangsanya... Aamiin.


Disarikan dari berbagai sumber, di antaranya:
muslimah.or.id
rumahfahima.org

15 Des 2009

Generasi Muda yang Aktif Memakmurkan Masjid


Bila Masjid ramai dipenuhi orang-orang tua, adalah sesuatu yang sangat biasa. Sudah sewajarnya orang-tua lebih mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Karena yakin sudah bakal pulang kembali kepada Alloh SWT. Lebih baik lagi, kalau masjid dipenuhi oleh remaja, mahasiswa yang penuh semangat membangun aqidah yang kuat, penuh energi memakmurkan masjid, dengan kegiatan yang bermanfaat untuk dunia jembatan kebahagiaan di akhirat.
Bila kita adalah anak muda yang tidak bisa ceramah, jangan khawatir, dakwah tanpa ceramah yang paling minimal ialah:
Generasi Muda yang Rajin Pergi Sholat Berjamaah
Setiap langkahnya menuju masjid dicatat malaikat. Setiap ada orang yang melihatnya pergi ke masjid, kemudian orang itu jadi tergerak hatinya pergi ke masjid walaupun tanpa diajak anak muda tersebut, maka anak muda itu sudah mendapat pahala dakwah tambahan tanpa ceramah. Sehingga masjid menjadi makin makmur, penuh cahaya dan berkah.
Menghadiri Majelis Taklim
Bila Majelis Ilmu (Majelis Taklim tentang Aqidah) dihadiri oleh banyak anak muda, maka InsyaAlloh 10-20 tahun ke depan, masa depan akan lebih baik. Karena bila makin banyak anak muda yang bertaqwa, makin mantap iman atau aqidahnya, jauh dari perdukunan atau syirik, maka anak muda tersebut akan membawa berkah, sehingga Alloh SWT akan menurunkan rahmat-NYA dari langit dan bumi. Dan akan mencegah terjadinya Bencana.
Bila makin banyak anak muda yang rajin menuntut ilmu di majelis taklim, maka secara tidak langsung akan mendorong para orang tua yang belum mau hadir. Bila ada orang tua yang hadir karena terpengaruh melihat anak muda yang rajin maka anak muda tersebut sudah berdakwah tanpa perlu menceramahi orang tua. Dan Mendapat tambahan pahala dakwah. Insya Alloh.
Membersihkan Masjid
Tanpa perlu ceramah. Dengan membersihkan masjid maka akan mendapat lebih banyak pahala. Jamaah lain menjadi betah ke masjid. Makin banyak orang yang ke masjid karena perasaan nyaman dan bersih maka makin banyak pahala yang diterima orang yang membersihkan masjid. Bayangkan jika sholat jum'at, ada ratusan orang yang merasakan kebersihan masjid maka pembersih masjid akan mendapat ratusan pahala tambahan tanpa perlu ceramah.
Menjadi Panitia Majelis Taklim atau Membantu Ustadz/Penceramah
Karena belum bisa berceramah sebaiknya anak muda menjadi panitia Majelis Taklim dan menjadi asisten penceramah terlebih dahulu. Sambil terus menambah ilmu dengan bergaul dengan orang sholeh dan para ustadz. Pahala dakwah akan mengalir sebanyak jamaah yang hadir tanpa harus ceramah.
Menjadi Guru TPA
Dengan menjadi guru TPA berarti sudah berlatih berceramah, dengan mengajar di depan anak-anak Taman Pendidikan ALQuran (TPA). Pahala menjadi guru TPA sangat besar dan akan terus mengalir menjadi pahala amal jariah. Bila Ikhlas mengajar karena Alloh SWT. Kemudian ada sekian persen murid TPA yang berhasil mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada anak cucunya, maka pahalanya terus mengalir menjadi Modal Investasi Menuju Surga. Tanpa harus ceramah di depan mimbar.
Menerbitkan Majalah Dinding
Anak Muda biasanya lebih kreatif, penuh ide baru dan segar. Dengan membuat majalah dinding yang secara teratur, rapi dan indah akan meningkatkan minat iqro' (baca) anggota jamaah Masjid.
Jamaah tetap dan jamaah musafir yang sedang singgah di masjid akan bertambah ilmunya, informasi makin tersebar luas. Dakwah menjadi makin luas, makin gencar, dan jamaah jadi semakin berwawasan dan tidak kuper. Bila ada 100 orang yang membaca mading tersebut setiap jum'at. Berarti anak muda yan memasang mading tersebut sudah berdakwah tanpa ceramah pada 400 orang setiap bulannya.
Menjadi Panitia Peringatan Hari Besar Islam
Dakwah tanpa harus berceramah yang cocok juga untuk anak muda ialah turut ambil bagian dalam penyelenggaraan/panitia peringatan Hari besar Islam. Dengan menjadi panitia, menjadi lebih ingat makna hari-hari besar Islam dan akan mendapat pahala sebanyak jamaah yang hadir, panitia mendapat pahala dakwah tanpa harus pandai berceramah.


Sebuah artikel yang semoga dapat menginspirasi...
Sumber
:
http://www.dudung.net/artikel-islami/generasi-muda-yang-aktif-memakmurkan-masjid.html

12 Des 2009

huft...........

ya Allah.... ku mohon pada-MU kesehatan, keselamatan dan ketenangan

8 Des 2009

Memaknai Usia


"Belum hilang jejak telapak kaki orang-orang yang mengantarnya ke kubur, seorang hamba (yang telah habis usianya) akan ditanya mengenai empat hal, yaitu hal usianya ke mana dihabiskannya, hal tubuhnya untuk apa digunakannya, hal ilmunya seberapa yang diamalkannya, serta hal hartanya dari mana diperolehnya dan untuk apa dibelanjakannya."
[HR Tirmidzi]


Karunia Allah yang paling berharga yang diberikan kepada manusia adalah kesempatan, usia. Kekayaan dan kekuatan manusia tidak berarti apa-apa jika usia sudah tiada. Setiap saat, dari waktu ke waktu, kesempatan dan usia menjadi modal manusia dalam beraktivitas terus berkurang.

Tidak diragukan lagi, jika usia itu digunakan manusia untuk bermaksiat, ia benar-benar mengalami kerugian. Bukan hanya tidak mendapatkan kompensasi apa pun dari modalnya yang hilang, namun lebih dari itu. Apa yang dilakukan dapat membahayakan dan mencelakakan dirinya. Begitu juga jika usianya dihabiskan untuk mengerjakan perkara-perkara yang mubah, ia tetap dikatakan merugi sebab usia sebagai modalnya habis tanpa meninggalkan dan menghasilkan apa pun bagi dirinya. Untuk itu, usia haruslah dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Suatu hari, seorang murid bertanya kepada gurunya, "Apa makna usia?"
Jawabannya adalah sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah SAW, "Apabila hari ini amal pekerjaanmu masih sama dengan hari kemarin, berarti kamu merugi. Bila lebih jelek daripada kemarin, terkutuk namanya. Bila lebih bagus, barulah termasuk beruntung. Nah, apakah usiamu yang setiap saat berkurang telah digantikan oleh hal-hal yang lebih baik atau sebaliknya? Di situlah makna usiamu".

Ada dua hal penting mengapa usia harus mendapat perhatian serius.
Pertama, Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas usia yang Allah karuniakan. Kedua, usia adalah masa yang menentukan baik buruknya manusia.
At Tirmidzi meriwayatkan bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Siapa manusia terbaik?" Beliau bersabda, "Manusia yang usianya panjang dan dihabiskan untuk kebaikan." Ia bertanya lagi, "Siapa manusia terburuk?" Beliau bersabda, "Manusia yang usianya panjang, namun dihabiskan untuk keburukan."

Nah, kita akan memilih yang mana? Apakah menggunakan sisa usia kita untuk hal bermanfaat ataukah membiarkannya berlalu begitu saja tanpa memberikan apapun untuk kita dan tak dapat diputar serta diulang kembali.

Semoga Allah menjadikan sebaik-baik umur kita (agar menjadi amal terbaik) di akhir usia kita. Karna hari terbaik kita adalah hari di saat kita bertemu dengan-NYA (kelak).

Wallahu a'lam bish-shawab.

26 Nov 2009

Qurban, Keutamaan dan Hukumnya

Definisi
Al-Qadhi rahimahullahu menjelaskan: “Disebut demikian karena pelaksanaan (penyembelihan) adalah pada waktu ضُحًى (dhuha) yaitu hari mulai siang.”
Adapun definisinya secara syar’i, dijelaskan oleh Al-‘Allamah Abu Thayyib Muhammad Syamsulhaq Al-‘Azhim Abadi dalam kitabnya ‘Aunul Ma’bud (7/379): “Hewan yang disembelih pada hari nahr (Iedul Adha) dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Lihat Al-Majmu’ 8/215, Syarah Muslim 13/93, Fathul Bari 11/115, Subulus Salam 4/166, Nailul Authar 5/196, ‘Aunul Ma’bud 7/379, Adhwa`ul Bayan 3/470)

Syariat dan Keutamaannya
Dalil yang menunjukkan disyariatkannya menyembelih hewan qurban adalah Al-Qur`an, As-Sunnah, dan kesepakatan para ulama.
Adapun dari Al-Qur`an, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (Al-Kautsar: 2)
Menurut sebagian ahli tafsir seperti Ikrimah, Mujahid, Qatadah, ‘Atha`, dan yang lainnya, النَّحْرُ dalam ayat di atas adalah menyembelih hewan qurban.
Asy-Syinqithi rahimahullahu dalam Adhwa`ul Bayan (3/470) menegaskan: “Tidak samar lagi bahwa menyembelih hewan qurban masuk dalam keumuman ayat وَانْحَرْ.”
Juga keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (Al-Hajj: 36)
Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi dalam kitab Fathur Rabbil Wadud (1/370) berhujjah dengan keumuman ayat di atas untuk menunjukkan syariat menyembelih hewan qurban. Beliau menjelaskan: “Kata الْبُدْنَ mencakup semua hewan sembelihan baik itu unta, sapi, atau kambing.”

Adapun dalil dari As-Sunnah, ditunjukkan oleh sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatannya. Di antara sabda beliau adalah hadits Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu 'anhu:
إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، مَنْ فَعَلَهُ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلُ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ
“Sesungguhnya yang pertama kali kita mulai pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang lalu menyembelih hewan qurban. Barangsiapa berbuat demikian maka dia telah sesuai dengan sunnah kami, dan barangsiapa yang telah menyembelih sebelumnya maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, tidak termasuk ibadah nusuk sedikitpun.” (HR. Al-Bukhari no. 5545 dan Muslim no. 1961/7)
Di antara perbuatan beliau adalah hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:
ضَحَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلىَ صِفَاحِهِمَا
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing putih kehitaman yang bertanduk. Beliau sembelih sendiri dengan tangannya. Beliau membaca basmalah, bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi leher kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5554 dan Muslim no. 1966, dan lafadz hadits ini milik beliau)
Adapun ijma’ ulama, dinukilkan kesepakatan ulama oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Kabir (5/157) -Mughni-, Asy-Syaukani rahimahullahu dalam Nailul Authar (5/196) dan Asy-Syinqithi rahimahullahu dalam Adhwa`ul Bayan (3/470)1. Para ulama hanya berbeda pendapat tentang wajib atau sunnahnya.
Adapun keutamaan berqurban, maka dapat diuraikan sebagai berkut:
1. Berqurban merupakan syi’ar-syi’ar Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana yang telah lewat penyebutannya dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Hajj ayat 36.
2. Berqurban merupakan bagian dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan dan melaksanakannya. Maka setiap muslim yang berqurban seyogianya mencontoh beliau dalam pelaksanaan ibadah yang mulia ini.
3. Berqurban termasuk ibadah yang paling utama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)’.” (Al-An’am: 162-163)
Juga firman-Nya:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (Al-Kautsar: 2)
Sisi keutamaannya adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam dua ayat di atas menggandengkan ibadah berqurban dengan ibadah shalat yang merupakan rukun Islam kedua.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”
Beliau mengatakan lagi: “Oleh sebab itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam’.” (Al-An’am: 162)
Walhasil, shalat dan menyembelih qurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat.”

Hukum Menyembelih Qurban
Pendapat yang rajih dalam masalah ini adalah bahwa menyembelih qurban hukumnya sunnah muakkadah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dalilnya adalah hadits Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Apabila masuk 10 hari Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian hendak menyembelih qurban maka janganlah dia mengambil (memotong) rambut dan kulitnya sedikitpun.” (HR. Muslim 1977/39)
Sisi pendalilannya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan ibadah qurban kepada kehendak yang menunaikannya. Sedangkan perkara wajib tidak akan dikaitkan dengan kehendak siapapun. Menyembelih hewan qurban berubah menjadi wajib karena nadzar, berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ
“Barangsiapa bernadzar untuk menaati Allah, maka hendaklah dia menaati-Nya.” (HR. Al-Bukhari no. 6696, 6700 dari Aisyah radhiyallahu 'anha)

Faedah: Atas nama siapakah berqurban itu disunnahkan?
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullahu menjawab: “Disunnahkan dari orang yang masih hidup, bukan dari orang yang telah mati. Oleh sebab itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berqurban atas nama seorangpun yang telah mati. Tidak untuk istrinya, Khadijah radhiyallahu 'anha, yang paling beliau cintai. Tidak juga untuk Hamzah radhiyallahu 'anhu, paman yang beliau cintai. Tidak pula untuk putra-putri beliau yang telah wafat semasa hidup beliau, padahal mereka adalah bagian dari beliau. Beliau hanya berqurban atas nama diri dan keluarganya. Dan barangsiapa yang memasukkan orang yang telah meninggal pada keumuman (keluarga), maka pendapatnya masih ditoleransi. Namun berqurban atas nama yang mati di sini statusnya hanya mengikuti, bukan berdiri sendiri. Oleh karena itu, tidak disyariatkan berqurban atas nama orang yang mati secara tersendiri, karena tidak warid (datang) riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Asy-Syarhul Mumti’, 3/423-424 cet. Darul Atsar, lihat pula hal. 389-390)
Berqurban atas nama sang mayit hanya diperbolehkan pada keadaan berikut:
1. Bila sang mayit pernah bernadzar sebelum wafatnya, maka nadzar tersebut dipenuhi karena termasuk nadzar ketaatan.
2. Bila sang mayit berwasiat sebelum wafatnya, wasiat tersebut dapat terlaksana dengan ketentuan tidak melebihi 1/3 harta sang mayit. (Lihat Syarh Bulughil Maram, 6/87-88 karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu)
Hadits yang menunjukkan kebolehan berqurban atas nama sang mayit adalah dhaif. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2790) dan At-Tirmidzi (no. 1500) dari jalan Syarik, dari Abul Hasna`, dari Al-Hakam, dari Hanasy, dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Hadits ini dhaif karena beberapa sebab:
1. Syarik adalah Ibnu Abdillah An-Nakha’i Al-Qadhi, dia dhaif karena hafalannya jelek setelah menjabat sebagai qadhi (hakim).
2. Abul Hasna` majhul (tidak dikenal).
3. Hanasy adalah Ibnul Mu’tamir Ash-Shan’ani, pada haditsnya ada kelemahan walau dirinya dinilai shaduq lahu auham (jujur namun punya beberapa kekeliruan) oleh Al-Hafizh dalam Taqrib-nya.
Dan hadits ini dimasukkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil (2/844) sebagai salah satu kelemahan Hanasy.
Adapun bila ada yang berqurban atas nama sang mayit, maka amalan tersebut dinilai shadaqah atas nama sang mayit dan masuk pada keumuman hadits:
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ...
“Bila seseorang telah mati maka terputuslah amalannya kecuali dari 3 perkara: shadaqah jariyah....” (HR. Muslim no. 1631 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

25 Nov 2009

Iklim Diskusi yang tidak Sehat...!!!

Sungguh sedih, ketika tiap kuliah seperti ini......

Mahasiswa yang seharusnya sudah mampu berpikir secara dewasa, tetapi ternyata sama saja dengan anak kecil. Mungkin bahkan lebih parah dari anak kecil. Kalau anak kecil diingatkan oleh orang yang lebih tua, biasanya ia akan nurut. Tapi kalau mahasiswa ini....berbeda!!!

Contoh mudah adalah saat ini. Ketika perkuliahan dimulai kemudian ditinggalkan oleh pengajar (dosen), ternyata mahasiswa-mahasiswa ini tidak mampu menghargai orang lain yang sedang berbicara, menjelaskan, presentasi di depan kelas. Mereka asyik mengobrol dengan teman lain tanpa mempedulikan orang yang sedang presentasi (presenter) itu. Bahkan ada yang meninggalkan kelas alias pergi (pulang) begitu saja. Padahal presenter ini tak lain adalah teman mereka sendiri.
Pernahkah mereka berpikir, bila mereka yang ada di depan sedang berbicara, tetapi tak ada yang mendengarkan bahkan suaranya disaingi dengan kerasnya obrol dan tawa orang lain.... apa yang mereka rasakan? Tak sedihkah mereka? Tak sakit hatikah mereka? Tak kecewakah?
Bila mereka tahu. Ada sebuah ungkapan yang sangat bijak; “Bila kau ingin dihargai, hargailah orang lain. Bila kau ingin dihormati, hormatilah orang lain. Bila kau ingin didengar, belajarlah mendengarkan orang lain”.
Sungguh tidak adil. Ketika kita berbicara, kita ingin didengarkan oleh orang lain. Kita ingin semua orang fokus pada kita. Tapi sayangnya, kita tidak melakukan itu ketika orang lain berbicara. Terkadang kita ngobrol sambil SMS-an, sambil menulis dan sebagainya. Bolehkah seperti itu?
Kembali ke cerita semula.

Ingin ku berteriak memarahi mereka. Tapi ku pikir, buat apa? Toh mereka juga sudah dewasa. Mereka adalah MAHAsiswa. Lagi pula tadi juga sudah ada yang mengingatkan berkali-kali, bahkan sampai memberi peringatan agar yang tidak mau mendengatkan dan mengganggu jalannya diskusi keluar saja dari kelas, tidak usah mengikuti diskusi ini bila hanya mengganggu dan tak mau menghargai. Tapi.... sama saja. Tak ada yang berubah. Dan kelas pun tetap ramai, seperti pasar!

Ku berpikir lagi. Apakah ini terjadi karena sudah ada kong-kali-kong untuk sesi tanya jawab ya? Sudah ada kesepakatan siapa yang akan bertanya sehingga membuat mereka tak mau mendengarkan karna pasti juga tak dapat kesempatan tuk berbicara juga (bertanya).
Memang sangat terlihat kong-kali-kong itu. Orang yang mengajukan pertanyaan adalah orang yang dekat dan diminta bertanya oleh presenter. Presenter pun telah menyiapkan jawabannya.
Ada lagi... moderator yang saat diskusi memiliki kekuasaan penuh terhadap isi kelas, melebihi kekuasaan ketua kelas saat itu, tak bisa berbuat apa-apa. Suaranya tak didengar. Seperti aku di sini (tapi aku memang tak bersuara ding ^_^).
“Dosennya juga g tahu, kenapa harus serius? Nilainya aja Cuma diserahkan ke salah satu mahasiswa aja kok, biarlah.... Yang penting udah presentasi. Kewajiban selesai!”. Itukah yang ada di pikiran mereka? Kalau seperti ini siapakah yang patut dipersalahkan? Presenter-kah? Audience? Moderator? Atau dosen?

Aku hanya bisa berharap dan berdo’a, semoga mereka menyadari bahwa apa yang mereka lakukan merupakan suatu kesalahan. Harus segera diperbaiki....

Semakin memprihatinkan lagi, ini terjadi di sebuah kelas yang dihuni oleh para calon pendidik. Pendidik masa depan! Meski peristiwa ini terlihat kecil dan sepertinya sepele, tapi ini akan sangat berpengaruh terhadap sikap calon pendidik tersebut. Karna.... “moral kita, moral pendidik masa depan”. Apa yang kita lakukan sekarang bisa jadi terbawa ketika kita mendidik generasi Indonesia selanjutnya.... bayangkan saja!!!

24 Nov 2009

Hari Ini Luar Biasa?

Hari ini luar biasa?
Kenapa luar biasa?
Luar biasa kenapa?
Ada apa dengan hari ini?
Hari ini ada apa?
He….